google-site-verification=n6ca5iMP63sLFOsWnBlwpiLVpvVcCEHaHMKGzdC8ZcY INFO UNIK | PENGETAHUAN UNIK | PARIWISATA Rumah Gadang : Keagungan Arsitektur dari Tanah Minang

Rumah Gadang : Keagungan Arsitektur dari Tanah Minang


Nusantara Rumah Gadang atau Rumah Godang adalah rumah adat tradisional dari Minangkabau yang banyak dijumpai di Sumatera khususnya Provinsi Sumatera Barat. Masyarakat setempat juga menyebutnya Rumah Bagonjong atau Rumah Baanjuang.

Rumah Gadang

Seperti halnya warisan budaya lainnya, Rumah Gadang pun memiliki legenda dan filosofi tersendiri. Bagian yang paling mencolok dari rumah ini adalah atapnya yang berbentuk menyerupai tanduk kerbau yang runcing. Menurut cerita, bentuk tanduk kerbau tersebut merupakan simbol kemenangan adu kerbau Raja Minangkabau melawan kerbau Raja Majapahit dari Jawa. Mulai saat itu, tanduk kerbau menjadi penanda kejayaan Minangkabau.
Selain cerita tersebut, masyarakat juga percaya jika ada versi lain asal usul Rumah Gadang. Mereka menyebutkan kalau atap berbentuk tanduk di Rumah Gadang terinspirasi dari bentuk kapal “Lancang” yang melintasi Sungai Kampar. Ketika tiba di muara sungai, kapal Lancang diangkat ke daratan dan diberi atap menggunakan tiang layar yang diikat satu sama lain dengan menggunakan tali. Namun karena bebannya yang terlalu berat, maka tiang-tiang itupun menjadi miring dan melengkung, sehingga terbentuklah seperti saat ini yang disebut dengan gojong (bagian lancip di atap Rumah Gadang). Akhirnya, kapal Lancang itupun berubah fungsi menjadi rumah yang kini menjadi kediaman bagi orang-orang Minang.

Masyartakat Minangkabau Tempo Dulu

Sebagai tempat tinggal bersama, Rumah Gadang, memiliki ketentuan-ketentuan tersendiri yang tidak boleh dilanggar. Misalnya, jumlah kamar akan sesuai dengan jumlah perempuan yang tinggal di dalamnya. Rumah Gadang dibangun di atas tanah milik keluarga induk dari suku atau kelompok tertentu. Secara turun menurun hanya dimiliki dan diwarisikan kepada perempuan dikelompok tersebut.
Selain sebagai tempat tinggal, Rumah Gadang juga memiliki fungsi lain. Misalnya sebagai tempat upacara adat bagi Suku Minangkabau, tempat pewarisan nilai-nilai adat, tempat musyawarah keluarga, dan merupakan representasi dari budaya matrilineal yang dipegang teguh oleh orang Minangkabau. Masyarakat Minangkabau sangat memuliakan Rumah Gadang dan bahkan mereka memandangnya sebagai tempat suci. Karena status Rumah Gadang yang begitu tinggi ini juga menyebabkan lahirnya berbagai macam tata krama yang harus dijaga dan dihormati. Salah satunya adalah bagi setiap orang yang ingin naik ke Rumah Gadang harus terlebih dahulu mencuci kakinya.


Jika diperhatikan dengan seksama bentuk Rumah Gadang menyerupai bentuk kapal, kecil di bagian bawah dan besar di atas. Bentuk atapnya melengkung ke atas, hampir setengah lingkaran, dan biasanya atapnya berasal dari daun Rumbio atau Nipah. Bentuk atapnya mirip dengan bentuk tanduk kerbau dengan jumlah lengkungan empat atau enam, dengan salah satu lengkungannya menghadap ke arah depan rumah.
Setiap bagian dan elemen dari Rumah Gadang memiliki filosofi tersendiri. Unsur-unsur penting dari rumah Gadang adalah:
  • Gonjong, struktur atap yang seperti tanduk kerbau
  • Singkok, dinding berbentuk segitiga di bawah ujung gonjong
  • Pereng, rak di bawah singkok
  • Anjuang, lantai yang mengambang
  • Dindiang Ari, dinding pada bagian samping
  • Dindiang Tapi, dinding pada bagian depan dan belakang
  • Papan Banyak, wajah depan bangunan (fasad rumah)
  • Papan Sakapiang, rak di pinggiran rumah
  • Salangko, dinding di ruang bawah rumah





Ketika kita berbicara tentang arsitektur Rumah Gadang, pasti yang terbayang adalah bentuk atapnya yang runcing, yang disebut sebagai atap gonjong. Bentuk gonjong yang runcing memiliki filosofi sebagai bentuk harapan untuk mencapai Tuhan. Semantara setiap dindiang terbuat dari potongan anyaman bambu, sebagai simbol dari kekuatan dan daya guna dari masyarakat Minangkabau. Yang artinya sebagai individu, mereka juga merupakan bagian dari masyarakat dan tidak bisa berdiri sendiri.


Beberapa orang memiliki anggapan, bahwa atap gonjong merupakan simbol dari beberapa benda yang berbeda-beda. Simbol tanduk Kerbau dinilai seperti itu karena Kerbau sangat erat kaitannya dengan sejarah nama Minangkabau. Simbol pucuk rebung, karena rebung merupakan salah satu bahan makanan adat masyarakat Minangkabau. Simbol kapal, karena orang Minangkabau dianggap berasal dari rombongan pendatang yang di pimpin oleh Iskandar Zulkarnaen yang berlayar. Simbol bukit, karena daerah Sumatera sendiri memiliki topografi yang berbukit-bukit.

Labuah Gajah

Pilar rumah Gadang disusun berjajar lima baris di sepanjang rumah. Masing-masing baris ini membagi bagian dalam rumah menjadi empat ruang berbeda yang disebut Lanjar. Untuk lanjar paling belakang digunakan sebagai kamar tidur. Menurut peraturan adat yang berlaku, masing-masing Rumah Gadang harus memiliki minimal lima kamar tidur, sedangkan jumlah ideal adalah sembilan kamar tidur. Sedangkan untuk lanjar yang lain disebut labuah gajah,  yang digunakan untuk kegiatan sehari-hari dan acara upacara adat.
Rangkiang
Rumah Gadang juga memiliki beberapa lumbung padi yang disebut Rangkiang. Masing-masing lumbung padi memiliki nama dan fungsi yang berbeda. Rangkiang Sitinjau Lauik berisi beras untuk keperluan upacara adat. Rangkiang Sitangka Lapa berisi beras yang digunakan untuk menyumbang ke desa lain yang sedang dilanda musibah atau kelaparan. Sedangkan Rangkiang Sibayau-bayau berisi beras yang digunakan untuk kebutuhan sehari-hari anggota keluarga. Di halaman depan terdapat pula ruang yang disebut Anjuang, tempat ini berfungsi sebagai tempaat pengantin bersanding dan juga sebagai tempat penobatan kepala adat. Karena hal inilah, Rumah Gadang juga dikenal dengan nama rumah Baanjuang.

Kamar Tidur

Rumah Gadang ini berbentuk empat persegi panjang yang dibagi atas dua bagian, muka dan belakang. Pada bagian depan dinding dibuat dari bahan papan kayu, sedangkan bagian belakangnya dari bahan bambu. Papan dinding bagian depan dipasang secara vertikal dan penuh dengan ukiran. Pemilihan motif ukiran tergantung pada susunan dan letak papan pada dinding rumah Gadang.
Sesuai dengan ajaran falsafah masyarakat Minangkabau, “Alam takambang jadi guru”, maka ukiran di Rumah Gadang merupakan simbolisasi dari alam. Pada dasarnya ukiran pada Rumah Gadang memiliki bentuk garis melingkar atau persegi. Biasanya bermotif tumbuhan merambat, akar, daun, bunga dan buah.

Ukiran Depan

Jika kita perhatikan dengan seksama, nenek moyang orang Minang ternyata berpikiran jauh lebih maju melampaui zamannya dalam ilmu arsitek rumah. Hal ini dibuktikan dengan konstruksi rumah gadang yang dirancang untuk tahan terhadap gempa bumi. Rumah Gadang telah membuktikan ketangguhannya, yang memiliki daya lentur dan soliditas saat terjadi guncangan gempa hingga, sampai di atas 8 skala Richter. Hal ini bisa terjadi karena getaran dari tanah terdistribusikan dengan baik ke seluruh bagian bangunan.
Satu lagi Rumah Gadang tidak menggunakan paku sebagai penyambung bangunan, tetapi berupa pasak. Hal ini lah yang menjadikan bangunan memiliki sifat sangat lentur. Selain itu, kaki pada tiang bangunan bagian bawah tidak menyentuh tanah. Tapak tiang dialasi dengan batu. Batu inilah yang kemudian berfungsi sebagai peredam getaran dari tanah.
Istana Pagaruyung

Jika ada getaran gempa bumi, rumah Gadang hanya akan berayun atau bergoyang mengikuti gelombang yang ditimbulkan getaran tersebut. Bahkan seorang ahli konstruksi pernah menyebutkan, dari sisi ilmu rekayasa konstruksi, Rumah Gadang jauh lebih maju setidaknya 300 tahun dibanding konstruksi lain yang ada di dunia pada zamannya.

Posting Komentar

2 Komentar